Pupuk kimia, organik dan hayati (bio)
sebenarnya saling melengkapi, bukan untuk di pertentangkan ataupun
dianggap lawan. Karena kesuburan tanah mencakup kesuburan kimia, biologi
dan fisika, sehingga ketiga kategori pupuk tersebut mempunyai peran
masing-masing dan saling sinergi. Hanya saja strategi, motode maupun
promosi bisnis yang sering sekali tidak merujuk bahkan keluar dari ranah
keilmuan, membuat petani bingung dan malah dimanfaatkan untuk dibodohi
serta dirugikan.
Pupuk Kimia berupa hara
(bentuk ion) dibutuhkan secara langsung oleh tanaman untuk mencukupi
kebutuhan unsur makro. Hanya saja pupuk kimia memang membawa efek
samping berupa pengerasan tanah maupun beberapa dampak lingkungan
lainnya. Tetapi bukan pupuk kimia yang salah, kesalahannya karena pupuk
kimia tidak diimbangi pupuk organik. Asam-asam organik seperi humat dan
vulfat dalam pupuk organik mampu mencegah dampak negatif tersebut.
Solusinya selama masih mau pakai pupuk kimia tentu wajib pakai pupuk
organik.
Pupuk Organik
mempunyai kelengkapan unsur, tetapi kadar unsur makro yang tersedia
(bisa diserap tanaman) tergolong rendah, sehingga kadang perlu tambahan
pupuk kimia. Sebenarnya tergantung orientasinya, jika orientasi produksi
tinggi sebaiknya tambahkan pupuk kimia, tetapi jika orientasinya pasar
organik murni tentu tdk harus pakai pupuk kimia (sesuai sertifikasi yang
dirujuk).
Pupuk Organik bermanfaat secara langsung melalui kandungan hara-nya maupun meningkatkan Kapasitas Pertukaran Kation (KPK)
tanah yang akan membantu tingkat penyerapan unsur. Asam-asam organik
juga mampu menjadi buffering (penyangga) pH tanah, jadi pH rendah (asam)
bisa ditingkatkan sedangkan pH tinggi (basa) bisa diturunkan. Hal ini
terjadi karena pengaruh rantai karbon (C-Organik) dan reaksi yang
menyertainya. Secara tidak langsung, pupuk organik melalui perannya
membantu memperbaiki kesuburan fisika dan biologi tanah.
Ditinjau dari kesuburan fisika tanah :
Asam-asam organik akan mampu memperbaiki keremahan/kegemburan atau
keseimbangan pori makro dan mikro tanah (agregasi) sehingga memperbaiki
sirkulasi oksigen untuk pernafasan akar (respirasi akar) dan kebutuhan
udara bagi mikrobia tanah (pupuk hayati).
Ditinjau dari Kesuburan Biologi Tanah :
Pupuk organik juga bermanfaat menyediakan nutrisi bagi mikrobia tanah
(pupuk hayati), dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi mikrobia
tanah (pupuk hayati) sepeti suhu dan kelembaban tanah, kelengasan tanah,
dll.
Mikrobia (pupuk hayati) akan
bermanfaat atau mampu bertahan hidup dan berkembang jika didukung
lingkungan yang kondusif. Misalnya bahan organik harus cukup,tidak
terjadi perubahan iklim yang ekstrim, tidak terkontaminasi racun
pestisida dan herbisida, kesuburan fisika tanah cukup ideal, dll. Tetapi
fakta yang ada sering sekali terjadi sebaliknya. Tanah sawah di Jawa
kadar bahan organiknya dalam kondisi kritis (dibawah 2% dari idealnya
5%) sehingga kurang mendukung thd mikrobia. Budaya petani yg instan
pakai pestisida dan herbisida kimia yang tdk bijaksana berpotensi
membunuh mikrobia, global warming (pemanasan global) menjadi fenomena
sering terjadi iklim yang ekstrim shg sering menjadi pemicu kematian
mikrobia. Maka waspada dan berhati-hatilah jika pakai pupuk hayati agar
tidak mubadzir.
Tingkat keterampilan dan pegetahuan,
pola pikir, dan mental petani yang belum bisa memahami dan menerima ilmu
tentang mikrobia (pupuk hayati) memerlukan perhatian dan kerja ekstra
intensif untuk sosialisasi dan men-adopsi-kan pupuk mikrobia. Ketentuan
pupuk hayati ada masa kadaluarsonya, lahan tdk boleh tergenang air dlm
waktu lama,jika hujan ekstrim sebaiknya dilakukan pengulangan apikasi
pupuk hayati, jika pakai pupuk hayati jangan terkena atau tercampur
pestisida atau herbisida kimia, beberapa contoh ketentuan tersebut
sering diremehkan, tidak dihiraukan bahkan dilanggar petani. Maka sering
terjadi petani merasakan seolah tertipu oleh pupuk hayati, padahal
belum tentu pupuk hayati atau distributornya yang salah. Tapi apakah
terus bisa menyalahkan petani begitu saja ?.
Pupuk hayati berbahan aktif mikrobia
(eksitu) sebagai mahkluk hidup tentunya secara alami akan tetap dan
terus ingin bertahan hidup dan berkembang. Hal inilah yang kemudian
muncul pendapat dan analisa bahwa pupuk hayati bisa berpotensi
mengalahkan mikrobia insitu (mikrobia lokal/pribumi). Jika sampai hal
ini terjadi, tentu keanekaragaman hayati dalam konteks kearifan lokal
menjadi terancam. Selanjutnya sebagai mikrobia eksitu (pendatang) belum
tentu mempunyai kekuatan adaptasi terhadap habitat barunya, sehingga
jika terjadi perubahan iklim yg ekstrim maka mikrobia eksitu lebih
berpotensi akan mati, padahal mikrobia insitu sebelumya telah kalah dan
punah. Maka tanah atau lahan tersebut berpotensi berkurang kesuburan
biologi-nya, dan yang lebih parah lagi akan hilang keanekaragaman
hayatinya.
Dalam hal ini, memang benar bahwa pupuk kimia, pupuk organik dan pupuk hayati saling melengkapi dan bisa bersinergi.
Ditinjau dari teknis aplikasi pupuk organiklah yang mempunyai tingkat
manfaat lebih menyeluruh, mudah dan lebih fleksibel aplikasinya.
Pupuk hayati bukan tidak bermanfaat
tetapi tidak sefleksibel pupuk organik, dan ada potensi kendala teknis
aplikasi dan psikologi budaya petani, maupun pemenuhan syarat
lingkungan. Bahkan secara keilmuan, pupuk hayati masih membutuhkan
pengkajian lebih intensif dan mendalam.
Jika mengingat potensi dan peluang
keberadaan mikrobia anah (insitu) sepertinya masih tetap ada dan bisa
kita temukan mikrobia dalam tanah. Logikanya seharusnya sedikit apapun
jumlah populasi dan keragaman mikrobia insitu, harusnya mikrobia insitu
tersebut yang didukung dan dibantu untuk tetap bertahan hidup dan
berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar