Bahan Organik Tanah
Bahan organik adalah bagian dari
tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber
dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang
terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor
biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961).
Bahan organik memiliki peran
penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman,
sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam
mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan
organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi.
Kerusakan tanah merupakan masalah penting bagi negara berkembang karena
intensitasnya yang cenderung meningkat sehingga tercipta tanah-tanah
rusak yang jumlah maupun intensitasnya meningkat. Kerusakan tanah secara
garis besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok utama, yaitu
kerusakan sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Kerusakan kimia tanah
dapat terjadi karena proses pemasaman tanah, akumulasi garam-garam
(salinisasi), tercemar logam berat, dan tercemar senyawa-senyawa organik
dan xenobiotik seperti pestisida atau tumpahan minyak bumi
(Djajakirana, 2001).
Terjadinya
pemasaman tanah dapat diakibatkan penggunaan pupuk nitrogen buatan
secara terus menerus dalam jumlah besar (Brady, 1990). Kerusakan tanah
secara fisik dapat diakibatkan karena kerusakan struktur tanah yang
dapat menimbulkan pemadatan tanah. Kerusakan struktur tanah ini dapat
terjadi akibat pengolahan tanah yang salah atau penggunaan pupuk kimia
secara terus menerus. Kerusakan biologi ditandai oleh penyusutan
populasi maupun berkurangnya biodiversitas organisme tanah, dan terjadi
biasanya bukan kerusakan sendiri, melainkan akibat dari kerusakan lain
(fisik dan atau kimia). Sebagai contoh penggunaan pupuk nitrogen (dalam
bentuk ammonium sulfat dan sulfur coated urea) yang terus menerus selama
20 tahun dapat menyebabkan pemasaman tanah sehingga populasi cacing
tanah akan turun dengan drastis (Ma et al., 1990).
Kehilangan unsur hara dari daerah
perakaran juga merupakan fenomena umum pada sistem pertanian dengan
masukan rendah. Pemiskinan hara terjadi utamanya pada praktek pertanian
di lahan yang miskin atau agak kurang subur tanpa dibarengi dengan
pemberian masukan pupuk buatan maupun pupuk organik yang memadai.
Termasuk dalam kelompok ini adalah kehilangan bahan organik yang lebih
cepat dari penambahannya pada lapisan atas. Dengan demikian terjadi
ketidakseimbangan masukan bahan organik dengan kehilangan yang terjadi
melalui dekomposisi yang berdampak pada penurunan kadar bahan organik
dalam tanah. Tanah-tanah yang sudah mengalami kerusakan akan sulit
mendukung pertumbuhan tanaman. Sifat-sifat tanah yang sudah rusak
memerlukan perbaikan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi kembali
secara optimal.
Penyediaan hara bagi tanaman dapat
dilakukan dengan penambahan pupuk baik organik maupun anorganik. Pupuk
anorganik dapat menyediakan hara dengan cepat. Namun apabila hal ini
dilakukan terus menerus akan menimbulkan kerusakan tanah. Hal ini tentu
saja tidak menguntungkan bagi pertanian yang berkelanjutan. Meningkatnya
kemasaman tanah akan mengakibatkan ketersediaan hara dalam tanah yang
semakin berkurang dan dapat mengurangi umur produktif tanaman. Menurut
Lal (1995), pengelolaan tanah yang berkelanjutan berarti suatu upaya
pemanfaatan tanah melalui pengendalian masukan dalam suatu proses untuk
memperoleh produktivitas tinggi secara berkelanjutan, meningkatkan
kualitas tanah, serta memperbaiki karakteristik lingkungan. Dengan
demikian diharapkan kerusakan tanah dapat ditekan seminimal mungkin
sampai batas yang dapat ditoleransi, sehingga sumberdaya tersebut dapat
dipergunakan secara lestari dan dapat diwariskan kepada generasi yang
akan datang.
Demikian persembahan artikel dari Lapak Nasa mengenai Faktor-faktor pembentuk tanah organik, semoga dapat bermanfaat bagi kelestarian agrokompleks Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar